PERHATIAN!

Perhatian! Blog ini isinya karya fiksi. Semua posting di blog ini adalah hasil rekaan, jika ada kesamaan cerita, nama tokoh dan tempat adalah kesamaan yang tidak disengaja.

Selasa, 25 September 2012

Jalanku

 19 September 2012

Tidak biasanya kita ngobrol di dunia maya. Apa kabarmu, Sahabatku?

Kemarin kau bertanya, mau melakukan apa setelah lulus. Dan yang pertama terbayang di kepalaku adalah aktivitas luar ruangan yang fleksibel. Bukan mulai kerja jam delapan pagi, lalu selesai bekerja jam 4 sore.

Sebenarnya tidak apa-apa sih kerja di dalam ruangan, asalkan tidak harus mulai kerja pagi-pagi dan selesai kerja sore-sore, selama lima hari dalam seminggu. Aku lebih suka kerja menguras keringat membanting tulang selama tiga hari full, lalu libur empat hari. Intinya, aku tidak suka terlalu banyak diatur dan dibatasi. Aku ingin aktivitas yang fleksibel.

Atau, boleh juga mulai kerja jam delapan pagi, lalu selesai kerja jam empat sore. Asalkan...di luar ruangan. Rutinitas delapan-empat setiap hari itu sudah menjemukan dan bisa membuat aku tertekan, masa iya mau ditambah lagi dengan lokasi kerja di dalam ruangan? Kalau aku menerima jam kerja delapan-empat, aku harus bekerja di luar ruangan agar pikiranku selalu fresh.

Ok, persoalan jam kerja dan lokasi kerja sudah kupaparkan. Muncullah pertanyaan selanjutnya, "Aktivitas seperti apa yang sebenarnya aku inginkan?"

Selama ini aku selalu mencari apa bakatku agar aku bisa menentukan jalan karierku. Tapi sampai sekarang masih belum ketemu juga.

Aku beralih, aku kemudian mencari hal-hal apa yang kusukai. Seperti kata Rene Suhardono, passion. Ok, aku suka menganalisa, berdiskusi, berkreasi. Meskipun kemampuanku dalam tiga hal tersebut masih belum memadai untuk dipersaingkan dengan teman-temanku yang lebih cerdas dan pandai, namun aku benar-benar menyukai tiga hal tersebut. Lagipula aku juga kerap beruntung. Entah kenapa aku sering diterima sebagai freelancer di perusahaan-perusahaan yang membutuhkan "tulisan".

Mungkinkah aku berpotensi? Atau aku berbeda?

Cara pikirku memang "autis". Aku seperti punya dunia sendiri dan tidak peduli dengan dunia yang sesungguhnya. Seolah aku punya teori-teori sendiri untuk duniaku.

Salahku adalah terlalu menikmati pemikiran "autis" tersebut, sehingga ketika aku harus membaur atau bahkan bersaing dengan orang-orang yang pemikirannya berdasarkan pada dunia yang sesungguhnya, aku sekejap jadi ciut dan hampir tidak "terlihat" lagi.

Ok, aku memang sudah tau betul passion-ku yang masih mentah ini. Namun apakah ini cukup? Terlalu banyak kekhawatiran untuk terjun di dunia para pemikir, dunia para perancang, apalagi dunia para seniman.

Salahku yang selanjutnya adalah aku selama ini melupakan orang-orang di sekitarku. Menentukan peran sosial ataupun aktivitas setelah lulus kuliah tidak melulu harus bercermin kepada diri sendiri. Kita juga harus melihat keluar rumah. Apa yang mereka butuhkan dari kita? Apa yang bisa saya bantu? Bisa apa saya dalam hal membantu mereka?

Saya selama ini lupa kalau saya tidak hidup sendiri. Saya egois.

Setelah sadar ada subyek lain yang perlu dipertimbangkan, aku mulai memikirkan keluargaku. Tentunya, mereka punya pandangan stereotip sendiri tentang profesi-profesi tertentu.

Dan, untuk mengubah stereotip memang tidak mustahil, tapi caranya harus cantik. Jangan jadi oposisi bergaris keras. Carilah irisan-irisan dari dua pandangan yang berbeda. Cari terus irisan tersebut hingga akhirnya terjadilah peleburan dari dua pandangan yang berbeda.

Lalu dari semua kekhawatiran sebagai seorang desainer, penulis, pebisnis, seniman, environmentalis, dan lain lain; akhirnya aku menemukan satu peran yang rasanya sangat nyaman, bebas dari kekhawatiran. Aktivis sosial.

Memiliki banyak uang adalah beban, jika kita tidak bisa mengelolanya dengan bijak. Yang ada, kita malah jauh dari kebahagiaan. Menjadi bos besar, memiliki banyak piala, serta memiliki pengaruh yang besar pun sama halnya dengan memiliki banyak uang. Menjerumuskan kita, jika kita tidak bijak dalam menggunakannya.

Tetapi membantu anak-anak belajar, mengajari ibu-ibu membuat kerajinan tangan, dan menanam pohon rasanya benar-benar menjawab kebutuhan masa depanku.

Dan untungnya, aku bisa melakukan itu semua di luar ruangan.

Dan untungnya lagi, sudah banyak lembaga swadaya masyarakat yang tidak terkesan "ecek-ecek". Sehingga, keluargaku akan tetap merasa senang.

Bagaimana denganmu, Sahabatku?